API
TAUHID
Ringkasan sebuah buku yang sangat menggetarkan dan
memperjelas identitas kita sebagai seorang muslim sekaligus sebagai cendekiawan
yang tegas menentang hal – hal yang tidak rasional.
http://statis.dakwatuna.com/wp-content/uploads/2014/11/cover-buku-api-tauhid.jpg |
“Yang paling layak untuk dicintai adalah cinta itu
sendiri, dan yang paling layak untuk dimusuhi adalah permusuhan itu sendiri!”
(Badiuzzaman Said Nursi)
Seorang ulama polymath sekaligus pejuang yang tak
kenal takut menyalakan API TAUHID dan menentang
pemerintahan yang zalim walaupun berakhir pada dinginnya jeruji besi dan
pengasingan. Tanpa ragu mengganyang pemerintah tanpa memaksa kehendak yang
membawa kemudharatan.
(M Arifin Effendi)
Pada tulisan ini,
saya mencoba untuk meringkas buku Api Tauhid karya Habiburrahman El – Shirazy
secara sederhana. Jikalau ada hal yang ternyata kurang pas, saya mohon maaf
atas kesalahan tersebut. Saya menyadari ternyata menulis bukanlah perkara yang
mudah, apalagi meringkas buku setebal 580+ halaman yang coba saya tuntaskan
dalam tiga jam sahaja. Adapun untuk pesan – pesan dan pelajaran dari buku
tersebut akan saya tulis di tulisan lain. Sesungguhnya Badiuzzaman Said Nursi
adalah sebuah sosok yang sangat menginspirasi bahkan sangat hebat menurut saya.
Berkali – kali akan menghadapi kematian dengan cara digantung maupun ditembak,
tapi selalu selamat karena yakin akan pertolongan Allah bagi orang – orang beriman.
Dalam buku ini,
kang Ebik (sapaan akrab Habiburrahman El - Shirazy) menyajikan sebuah novel
yang memadukan kisah biografi seorang ulama besar bernama Badiuzzaman Said
Nursi dengan kisah romansa seorang
mahasiswa Universitas Islam Madinah bernama Fahmi. Novel ini menjadi menarik
karena biografi tidak hadir dalam tatanan yang kaku. Tapi hadir dengan balutan
novel romansa yang sangat mengguncang kalbu.
***
Cerita bermula
saat tokoh utama bernama Fahmi yang tengah melanjutkan studi S2 di Universitas
Islam Madinah pulang ke kampung untuk menghabiskan libur kuliah. Kemudian
secara tiba – tiba, datanglah pak lurah kerumah keluarga Fahmi untuk menawarkan
anak gadisnya yang bernama Nur Jannah sebagai calon istri Fahmi. Fahmi yang
mulanya hanya berencana untuk menghabiskan liburan pun menjadi bingung, karena
memang belum ada niatannya untuk menikah terlebih pada saat liburan ini. Ditengah
istikharah untuk memilih antara menerima atau tidak tawaran pak lurah,
datanglah ujian selanjutnya kepada Fahmi. Seorang kiai besar pemilik pondok
pesantren masyhur di Jawa Tengah bernama Kiai Arselan, menawarkan Fahmi untuk
menikahi putrinya yang bernama Firdaus Nuzula. Hal tersebut tentu saja semakin
membuat Fahmi bingung. Akhirnya setelah diadakan perundingan keluarga antara
Fahmi dengan orangtua dan kerabatnya, Fahmi memutuskan untuk menikahi Nuzula.
Singkat cerita, Fahmi dan Nuzula pun menikah secara sirri. Hal ini dikarenakan
kiai Arselan ingin Fahmi dan Nuzula menyelesaikan terlebih dahulu kuliah mereka.
Maka dari itu, Fahmi dan pak Kiai Arselan membuat kesepakatan agar Fahmi dan
Nuzula tidak bercampur dahulu dalam satu atap sampai kuliah mereka selesai .
Setelah akad pernikahan tesebut, Fahmi pun kembali melanjutkan pendidikan
masternya di Madinah.
Selang beberapa bulan,
tiba – tiba Kiai Arselan datang menemui Fahmi dan meminta Fahmi untuk
menceraikan Nuzula dengan alasan Fahmi dan Nuzula tidak mungkin hidup bersama
secara bahagia. Tentu saja Fahmi tidak bisa menerima alasan tersebut, dan
sedikit marah dengan kiai Arselan. Bagaimana mungkin mereka belum pernah
tinggal bersama, tapi sudah diprediksi tidak akan bahagia. Fahmi berkeyakinan
bahwa pernikahan adalah hubungan sampai akhir hayat, tidak ada kamus perceraian
dalam keluarga besarnya. Dengan berat hati Fahmi pun menangguhkan respon atas
permintaan kiai Arselan tersebut.
Karena merasa
tidak kuat menghadapi masalah status pernikahannya, Fahmi pun memutuskan untuk
beriktikaf dan mengkhatamkan Quran sebanyak empat puluh kali di masjid Nabawi
sebagai media untuk menenangkan diri. Akan tetapi setelah beberapa hari, Fahmi
ambruk karena kelelahan. Dan setelah dirawat di rumah sakit, Fahmi pun
memutuskan untuk pergi bersama kawannya
bernama Hamzah, seorang lelaki Turki,
dan Subki, teman Fahmi dari Indonesia,
berjalan – jalan ke Turki sekaligus sebagai melupakan kepedihan yang
sedang dialaminya. Ketika sampai di Turki inilah Hamzah dan temannya bernama
Bilal menceritakan kisah hidup Badiuzzaman Said Nursi. Maka dari itu perjalanan Fahmi bersama teman – temannya di
Turki bukan hanya bertujuan untuk jalan – jalan dan memenuhi kebutuhan kalbu
akan hiburan, tetapi mereka membawa misi untuk menapak tilas sejarah
Badiuzzaman Said Mursi di bumi Turki. Di
Turki inilah Fahmi bertemu dengan dua perempuan bernama Emel, saudara perempuan
Hamzah, dan Aysel, sepupu Hamzah. Tanpa Fahmi sadari, pertemuan itu ternyata menjadi
awal dari sebuah peristiwa yang mengancam nyawanya dan teman – temannya. Dalam
perjalanan menapak tilas sejarah Badiuzzaman Said Nursi, secara tiba – tiba
Fahmi dan Elya diculik oleh sebuah sindikat perdangan manusia. Dari situlah
mulainya peristiwa – peristiwa mengerikan terjadi kepada Fahmi.
***
“Badiuzzaman Said
Nursi” begitulah orang – orang memanggilnya. Berasal dari sebuah desa kecil
yang telah banyak melahirkan orang –orang hebat seperti Salahuddin Al Ayubi dan
Nasrudin Hoja (Abu Nawas). Nama aslinya adalah Said, sedangkan Badiuzzaman
(Keajaiban Zaman) adalah gelar yang diberikan oleh salah seorang gurunya
bernama Molla Fethullah Efendi karena kehebatannya dalam menghafal dan memahami
ilmu dalam masa yang singkat. Bahkan saking hebatnya, ketika Said Nursi
ditantang untuk mempelajari sebuah buku yang sangat berat dari segi materi,
beliau hanya butuh sekali baca untuk hafal dan menjelaskan maksud dari buku tersebut
secara detail tanpa ada keliru sedikitpun. Sedangkan Nursi adalah nama yang
dinisbatkan kepada kampung asalnya, yaitu Nurs. Semenjak kecil beliau telah
memiliki kelebihan dan keistimewaan tersendiri dibanding saudara – saudara
kandungnya. Ketika kecil beliau adalah seorang yang sangat kritis dalam
menafsirkan sesuatu dan dan tidak mudah percaya sesuatu tanpa adanya penjelasan
yang logis dan rasional. Disisi lain, beliau yang saat itu masih berumur belia
sudah mempunyai kemauan yang besar untuk
menuntut ilmu di sekolah agama bersama kakak – kakak beliau yang lebih
tua. Karena terlalu muda, orangtuanya pun tidak mengizinkan Said Nursi pergi
bersama saudaranya untuk menuntut ilmu. Orangtuanya menyarankan agar Said
belajar saja bersama kakaknya, yaitu saat kakaknya libur dan pulang ke rumah.
Tanpa membantah, Said pun mengikuti saran orangtuanya dan mulai belajar Al –
Quran dengan kakaknya secara serius.
Keinginan Said
untuk belajar di sekolah semakin besar.
Akhirnya orangtua Said pun mengizinkan beliau pergi ke sekolah agama bersama
kakaknya. Saat menempuh pendidikan, ternyata Said memang punya kelebihan
diantara murid – murid lainnya. Kekuatan hafalan dan daya analisisnya membuat
guru – guru dan teman – temannya kagum. Karena
kekuatan hafalan dan daya analisis itulah, beliau pun akhirnya disayang syeikh
dan dibenci oleh hampir seluruh teman – teman dan senior – seniornya. Ketika
senior – seniornya menggangu beliau, bukannya takut terhadap seniornya. Said
Nursi melawan saat ditindas oleh senior – seniornya untuk membela kehormatan
dirinya. Bahkan pernah suatu waktu beliau terpaksa seorang diri berduel
menghadapi seniornya yang berjumlah empat orang hingga babak belur tubuh
beliau. Tapi tanpa rasa takut, beliau pun berkata kepada Syeikhnya “Mereka menyerangku
secara berempat, jika berdua – berdua pasti aku bisa mengalahkan mereka”. Dari
situ terlihat bagaimana seorang Said Nursi yang sangat cerdas tidak gentar saat
menghadapi gangguan yang bermaksud merendahkan harga diri beliau, sekalipun
beliau kalah jumlah dengan pengganggunya. Akan tetapi Said Nursi adalah seorang
yang sangat menghormati para pencari ilmu. Pernah duatu ketika beliau dikeroyok
oleh senior – seniornya sampai hampir mati, dan akibatnya senior – senior
tersebut mendekam di penjara. Dengan besar hati Said Nursi menghadap kepala
polisi dan meminta agar senior – seniornya tersebut dibebaskan. Karena menurut
beliau mereka juga pencari ilmu, dan adalah hal yang wajar jika sesama pencari
ilmu kadang bertengkar. Akhirnya polisi pun membebaskan senior – senior beliau.
Luar biasa bukan? Subhanallah.
Ternyata
kecerdasan Said Nursi tidak hanya mengundang rasa iri kawan – kawan dan senior
– seniornya, kakaknya yang bernama Abdullah pun ikut merasa iri dengan
kemampuan sang adik. Hingga akhirnya mereka bertengkar, dan Said memutuskan
untuk pindah sekolah. 8 bulan kemudian ketika Said bertemu lagi dengan
Abdullah, Abdullah mengatakan bahwa dia baru saja selesai mengkhatamkan kitab
Al – Syamsi. Abdulah pun bertanya mengenai pengembaraan Said dan buku apa saja
yang sudah dipelajarinya selama 8 bulan tersebut. Said Nursi pun menjawab
“Alhamdulillah,
dengan izin Allah saya telah membaca tidak kurang dari delapan puluh kitab”.
“Apa maksudmu?”
“Ya saya telah
membaca , mendalami dan menguasai isi delapan puluh kitab termasuk Syarh Al –
Syams”.
Abdullah tidak serta
merta memercayai perkataan adiknya tersebut. Ia pun menguji pemahaman adiknya
dan Said Nursi tidak keberatan. Setelah mengetahui penguasaan ilmu sang adik,
Abdullah pun takjub dan terkagum – kagum. Delapan puluh kitab itu benar – benar
telah didalami dan dipahami Said Nursi dengan baik. Bahkan teksnya nyaris telah
dihafalnya. Sejak saat itu, diam – diam Abdullah meminta Said Nursi untuk
mengajarinya. Begitu hebatnya Said Nursi, hingga kakak yang dulu mengajarinya
Al – Quran kini duduk di hadapannya untuk meminta diajari. Tapi Said Nursi
tetap rendah diri dan tidak pernah sombong ataupun merendahkan kakaknya.
Kehebatannya yang
lain adalah, dalam usianya yanng masih dibawah 15 tahun. Beliau rela menempuh
jarak puluhan, ratusan bahkan ribuan kilometer untuk mendapatkan ilmu. Dan pada
saat umurnya mencapai 15 tahun, beliau telah hafal dan faham isi dari delapan
puluh kitab. Dinyatakan oleh seorang guru beliau, bahwa beliau telah
menuntaskan pelajaran selama 15 tahun hanya dalam waktu 3 bulan, Subhanallah. Dan
ketika sudah semakin remaja, beliau kerap melakukan debat ilmiah dibidang agama
dengan ulama – ulama yang terkenal dari berbagai bidang agama seperti fikih,
tauhid, filsafat dan lain sebagainya yang ingin membuktikan kecerdasan beliau. Bahkan
Suatu ketika, beliau ditantang untuk berdebat mengenai ilmu – ilmu seperti
geografi, , sains, medis dan sebagainya. Beliau yang sama sekali tidak pernah
belajar pelajaran umum betul – betul merasa tertantang, dan menghabiskan waktu
selama 24 jam untuk bergelut dengan ilmu
– ilmu tersebut di sebuah perpustakaan. Dan sangat mengejutkan, pengetahuannya
yang baru berumur 24 jam tersebut sangat menggetarkan para ahli geografi,
sains, medis dan lainnya. Karena semua pertanyaan sulit mereka dapat dijawab
secara tegas dan jelas oleh Badiuzzaman Said Nursi.
Keberanian beliau
tak usah ditanya. Pernah suatu Ketika
gubernur pesta arak bersama teman – temannya, Said Nursi tanpa ada rasa takut
langsung melabrak dan memarahi gubernur yang tentu saja jauh lebih tua daripada
beliau.
Sebetulnya alasan
kenapa Said Nursi bisa menjadi hebat seperti itu, adalah karena kehebatan orang
tuanya. Ayahnya adalah seorang yang sangat menjaga halal, haram dan syubhat.
Bahkan saking berhati – hatinya, ayah beliau selalu mengikat mulut hewan peliharaannya
agar tidak makan rumput secara sembarangan dan bukan milik dia. Hal ini semata
– mata untuk menjauhkan rumput yang haram dikonsumsi oleh hewan peliharaannya,
dan berujung kepada rezeki yang haram untuk keluarganya. Sedangkan ibunya,
adalah seorang yang tidak pernah berjalan di bumi tanpa dalam keadaan berwudhu,
kecuali jika sedang uzur. Begitulah, dibalik anak yang hebat pasti ada oranguta
yang lebih hebat.
Selain hebat dalam
kancah keilmuan, beliau juga merupakan seorang komandan perang disaat Turki
Utsmani terjun ke kancah perang dunia I. Walaupun pada dasarnya beliau tidak
setuju dengan keterlibatan Turki di kancah PD I, tetapi karena sudah dihadapkan
oleh situasi genting dimana saudara – saudara sebangsanya sudah dibantai oleh
pasukan Armenia yang didukung Tsar Rusia maka Badiuzzaman Said Nursi pun terjun
dalam jihad fi sabilillah sebagai
komandan pasukan gerilya Turki Utsmani
Beliau juga
merupakan orang yang keras mengusulkan agar konstitusi absolut dalam
pemerintahan Turki Utsmani harus dihapuskan, dan harus dikembalikan dalam
sistem permusyawaratan. Beliau juga memaksa agar pendidikan janganlah hanya
difokuskan pada ilmu modern saja, tapi harus lah difokuskan juga dalam aspek
agama dan kesufian. Karena pada saat tersebut, kesultanan Ustmani lebih
menitikberatkan pelajar – pelajar Islam untuk belajar hanya ilmu Eropa, tanpa
dibarengi dengan ilmu agama. Konsep pendidikan yang ditawarkan oleh Badiuzzaman
Said Nursi terdiri dari tiga bagian utama, yaitu ; ilmu modern, ilmu agama dan
kesufian sebagi penyuci nurani. Akan tetapi konsepnya ditentang secara keras
oleh Khalifah yang bersikeras untuk hanya mengajarkan ilmu modern. Pada
akhirnya penolakan tersebut berujung pada hancurnya kesultanan Turki Utsmani oleh
pemuda – pemuda Turki yang ingin menerapkan sistem barat di Turki atau leih
dikenal dengan sebutan sekularisme. Hal tersebut disadari oleh Sultan yang
sayangnya sudah terlambat untuk menerapkan konsep pendidikan Badiuzzaman Said
Nursi tersebut, karena Sultan sudah berada di ujung tanduk kekuasaanya.
Dalam hidupnya,
Badiuzzaman said Nursi telah hidup di penjaara selama kurang lebih 25 tahun.
Layakanya ulama – ulama seperti Ibnu Taimiyah, penjara telah menjadi tempat
yang paling produktif bagi Badiuzzaman Said Nursi Karena dipenjara itulah beliau menghasilkan
sebuah karya monumental yang berjudul
Risalah Nur, sebuah kitab yang mengulas Al – Quran secara mendalam.
***
Akhir kata, buku
ini menurut saya harus dibaca oleh semua kalangan baik guru, murid, orangtua
dan ulama. Karena buku ini tidak hanya mengandung nilai religius bagi seorang
muslim, tapi juga mengajarkan kepada generasi muda untuk menjadikan figur –
figur seperti Badiuzzaman Said Nursi ini sebagai sebuah panutan. Bagaimana
seorang pemuda bernama Baiuzzaman Said Nursi ini, berbekal keyakinan dan
keberanian untuk belajar dan berdakwah sanggup menempuh kesusahan dan
penindasan yang sangat keras. Selain itu, buku ini juga mengajarkan kepada kita
bahwa faktor keturunan bukanlah sebuah penentu baik buruknya perilaku
seseorang. Hal ini dibuktikan dengan masalah Nuzula yang dihadapi oleh kiai
Arselan sebagai pemimpin pesantren dengan ribuan santri. Bagaimanapun juga,
novel ini semakin memperjelas sosok orangtua adalah sosok terpenting bagi
perkembangan intelektual, karakter dan mental anaknya.
Wallahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar